berita yayasan
PENDAHULUAN
` Menurut UU No.32 tahun 2009 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan bahwa daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antarkeduanya. Ahli biologi mendefinisikan daya dukung lingkungan sebagai jumlah maksimum dari makhluk hidup yang dapat didukung oleh tempat hidupnya (Hadi 2012). Gunungpati selama kurun waktu 5 tahun yaitu dari tahun 2006-2010 diperoleh suatu fenomena dimana kerapatan tajuk/ vegetasi sangat berperan besar dalam kekritisan suatu lahan pada fungsi kawasan lindung dan penyangga, sedangkan tingkat produktivitas lahan dan manajemen lahan berpengaruh besar pada kawasan budidaya. Kecamatan Gunungpati yang pada dasarnya merupakan daerah tangkapan air untuk Kota Semarang yang saat ini telah mengalami gangguan pada kondisi lahannya (Huzaini dan Rahayu 2013). Kecamatan Gunungpati dalam penataan ruang pada masa mendatang lebih diprioritaskan sebagai kawasan hijau dengan vegetasi-vegetasi yang mampu mereduksi kekritisan lahan di Kecamatan Gunungpati pada khususnya, dan dapat menjaga debit limpahan Sungai Garang pada umunya sehingga mampu meminimalisir banjir di Kota Semarang. Usaha ini dapat merujuk pada Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Di Wilayah Perkotaan.
Pembangunan pariwisata berbasis pengelolaan lingkungan hidup merupakan salah satu sarana edukasi dan pendidikan karakter. Salah satu kegiatan wisata yang banyak diperhatikan oleh beberapa peneliti adalah pengembangan ekowisata (ecotourism) sebagai kegiatan wisata alam yang berbasis pendidikan lingkungan. Edu-Ekowisata berbasis lingkungan juga merupakan solusi pada pemahaman anak melalui pendidikan lingkungan yang diamanatkan pada Surat Keputusan Bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan Nasional No. Kep.07/MenLH/06/2005 dan No. 05/VI/KB/2005 tentang Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup. Edu- ekowisata pada prinsipnya bukan hanya menjual destinasi alam, tetapi menjual ilmu pengetahuan dan filsafat lokal, atau filsafat ekosistem dan sosiosistem.
Di Gunungpati, sudah ada beberapa kawasan ekowisata seperti Embung Patemon, Kampung Tematik Malon, Kebun Buah Cepoko, Kebun Buah Gunungpati, Waduk Jatibarang dan Goa Kreo. Pada artikel ini, penulis akan menuliskan gagasan tentang pengembangan Kebun Buah Cepoko. Kebun Buah Cepoko merupakan wisata dengan perpaduan berkebun dan berbelanja buah. Lokasinya berada di jalan Cepoko Raya, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang. Kebun Buah Cepoko merupakan wisata agro di wilayah perbukitan kecamatan gunungpati kota semarang, dengan luas 3,5 hektare. Kebun buah itu punya fungsi utama sebagai pusat pendidikan untuk petani di Cepoko. Seiring dengan berkembangnya waktu, tempat tersebut juga menjadi lokawisata alam. Pada musimnya, pengunjung bisa memetik kelengkeng, jambu kristal, sirsak madu, dan durian secara langsung. Buah yang senantiasa tersedia dalam kondisi segar adalah buah jambu kristal Buah ini selalu ada di tempat ini karena bukan termasuk buah musiman. Bibit pohon buah seperti durian, anggur, kelengkeng, rambutan, sirsat madu, mangga, srikaya dan jambu Kristal. Bibit tanaman juga dijual di sini, tersedia dalam pot atau polibag, dan ada diantaranya telah berbuah. Selain itu, juga tersedia tanaman anggrek, agronema dan aneka kaktus cantik. Kebun agro ini dikelola oleh Dinas Pertanian Kota Semarang dan diresmikan pada tahun 2017.
Saat pandemi Covid dalam kurun waktu dua tahun ini, sangat sedikit pengunjung yang datang ke Kebun buah Cepoko. Sebelum pandemi, jumlah pengunjung kebun buah ini juga tidak banyak. Gagasan konservasi ini dibuat sebagai upaya untuk menggeliatkan kembali dan meningkatkan efektifitas jumlah kunjungan ke Kebun Buah Cepoko. Prinsip wisata diharapkan dapat mempertahankan kualitas lingkungan, mempertahankan budaya, meningkatkan kualitas pendidikan, memberdayakan masyarakat lokal, dan memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat lokal, kawasan dan pemerintah. Untuk Mencapai tujuan tersebut, diperlukan upaya pengelolaan wisata yang dapat mendukung kelestarian lingkungan melalui penerapan pola edu-ekowisata sebagai media pendidikan karakter berbasis lingkungan hidup.
Konsep edu-ekowisata yang penulis kembangkan disini lebih kepada disain objek wisata yang menyediakan pola pembelajaran materi lingkungan yang kemudian diturunkan dalam segmen- segmen tema pembelajaran, diyakini efektis dalam memberi pengalaman yang benar tentang materi Ilmu Pengetahuan Alam. Materi Ilmu Pengetahuan Alam ini bisa relevan dengan materi yang dipelajari dari konteks TK sampai Perguruan Tinggi.
KAJIAN PUSTAKA
Ekowisata
Konsep yang memanfaatkan potensi wisata kecenderungan pasar dalam bentuk back to nature ini merupakan usaha pelestarian keanekaragaman hayati dengan menciptakan kerja sama yang erat antara masyarakat yang tinggal disekitar kawasan yang perlu dilindungi dengan industri pariwisata. Rumusan Ekowisata pertama kali dikemukan oleh dikemukakan oleh Hector Ceballos-Lascurain pada tahun 1987 yaitu sebagai berikut: "Wisata alam atau pariwisata ekologis adalah perjalanan ke
tempat-tempat alami yang relatif masih belum terganggu atau terkontaminasi (tercemari) dengan tujuan untuk mempelajari, mengagumi dan menikmati pemandangan, tumbuh-tumbuhan dan satwa liar, serta bentuk-bentuk manifestasi budaya masyarakat yang ada, baik dari masa lampau maupun masa kini ". Kemudian pada awal tahun 1990 disempurnakan oleh The International Ecotourism Society (TIES) yaitu sebagai berikut: "Ekowisata adalah perjalanan yang bertanggung jawab ke tempat-tempat yang alami dengan menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat”. Dalam pengembangan suatu daya tarik wisata menjadi kawasan ekowisata diperlukan potensi wisata yang asli, fasilitas yang memadai, aksesibilitas yang mudah dijangkau serta lingkungan yang bersih dan aman bagi para wisatawan yang berkunjung ke kawasan ekowisata tersebut. Ekowisata menawarkan kesatuan nilai berwisata yang terintegrasi antara keseimbangan menikmati keindahan alam dan upaya melestarikannya. Ekowisata ini dapat berperan aktif di dalam memberikan solusi dalam menyelesaikan permasalahan yang mungkin terjadi dalam pengembangan kawasan pariwisata. Fokus utama dari pengembangan model ekowisata tersebut didasarkan atas potensi dasar kepariwisataan dimana kelestarian alam dan budaya dikedepankan (Dirawan, 2008:139).
Eduwisata
Wisata edukasi adalah suatu program dimana peserta kegiatan wisata melakukan perjalanan wisata pada suatu tempat tertentu dalam suatu kelompok dengan tujuan utama mendapatkan pengalaman belajar secara langsung terkait dengan lokasi yang dikunjungi (Rodger, 1998). Wisata edukasi bila dilihat dari tujuan perjalanannya berkaitan dalam hal melakukan studi atau pembelajaran yang dipadukan dengan rekreasi. Jenis wisata edukasi cocok diberikan bagi pelajar dalam memahami dan mengamati langsung teori yang didapatkan dalam bangku sekolah serta dipadukan dengan kekayaan lingkungan alam (Suwena & Widyatmaja, 2017).
Konsep Pengembangan Edu-Ekowisata
Menurut hasil penelitian Sulistiani, dkk (2011) ada dua strategi dalam pengembangan edu- Ekowisata yang bisa diterapkan yaitu merancang berbagai produk wisata dan mengembangkan kemampuan, keterampilan, dan kompetensi masyarakat sekitar. Meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai lingkungan merupakan salah satu kunci pengembangan ekowisata, sehingga jelas bahwa hal ini akan memberikan implikasi munculnya berbagai tuntutan di semua sektor pembangunan. Tuntutan-tuntutan tersebut telah dan akan mendorong tumbuhnya usaha-usaha baru, cara cara pendekatan baru dalam berbagai kegiatan baik bisnis pariwisata secara langsung yang dilakukan dunia usaha pariwisata dan usaha-usaha masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf kesejahteraan mereka maupun mendorong peran aktif institusi pemerintah terkait. Kondisi tersebut makin meyakinkan bahwa lingkungan bukan lagi beban, tetapi dapat dimanfaatkan sebagai sarana meningkatkan usaha-usaha ekonomi sekaligus sarana terintegrasinya hampir semua institusi formal.
Dalam maksud lain, di sini peran penting lingkungan dalam mendorong semua lapisan masyarakat untuk memanfaatkannya sebagai ruang pembangunan di berbagai bidang pendidikan masyarakat, bisnis, sehingga diharapkan dapat mendorong semua pihak untuk dapat menyelesaikan masalah- masalah lingkungan secara bersama-sama
Konsep edu-ekowisata yang penulis kembangkan disini lebih kepada disain objek wisata yang menyediakan pola pembelajaran materi lingkungan yang kemudian diturunkan dalam segmen- segmen tema pembelajaran, diyakini efektis dalam memberi pengalaman yang benar tentang materi alam. Adapun materi alam disini yang fokus dihadirkan dalam kegiatan wisata sebagai tema yang tidak melepaskan satu kesatuan lingkungan meliputi air, udara, energi, serta tanah dan lahan. Salah satu contoh kepariwisataan yang menerapkan konsep eduwisata adalah agrowisata. Agrowisata bergerak dibidang pertanian, salah satunya adalah florikultura yang berisi kegiatan budaya bercocok tanam sehingga dapat diolah menjadi sebuah objek wisata berbasis edukasi dan budaya (Islamiah, Anwar, & Damayanti, 2020). Agrowisata florikultura berfungsi sebagai wadah kegiatan rekreasi dan edukasi non formal mengenai bunga bagi pelajar, mahasiswa, instansi maupun masyarakat umum yang menawarkan proses pertanian yaitu pembibitan, penanaman, panen dan pasca panen. Eduwisata dapat menstimulasi ketertarikan pengunjung terhadap dunia pertanian dan meningkatkan daya sensitifitas pengunjung terhadap lingkungan alam, lanskap dan flora.
Penelitian yang relevan
Nencyana, dkk (2017) dalam Potensi Ekowisata Dan Kesejahteraan Masyarakat menuliskan bahwa pengembangan kawasan ekowisata hutan mangrove, gunung merapi ile lewotolok, dan kampung adat lamariang yang didukung dengan fasilitas yang memadai, dengan adanya pusat informasi, pos penjagaan, rest area, dan toilet serta daya tarik wisata yang asli, aksesibilitas atau alat trasportasi menuju ke kawasan ekowisata yang tersedia setiap saat dan lingkungan yang bersih dan aman bagi wisatawan dapat menunjang kelancaran dalam pengembangan kawasan ekowisata. Aliet Noorhayati Sutisno1 dan Arief Hidayat Afendi (2017) dalam Penerapan Konsep Edu-Ekowisata Sebagai Media Pendidikan Karakter Berbasis Lingkungan menuliskan berdasarkan hasil penelitian Gronggong Kabupaten Cirebon mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai salah satu tujuan edu-ekowisata. Edu-ekowista memiliki pemanfaatan sumberdaya alam oleh masyarakat dan pemerintah melalui disain pembelajaran, sepenuhnya dapat mendukung kelestarian kawasan Gronggong kabupaten Cirebon. Edu-ekowisata berperan sebagai salah satu strategi pembangunan berkelanjutan, dengan cara mengintegrasikan inovasi pendidikan dalam sistem pembelajaran lingkungan sebagai alternatif pembangunan daerah bertaraf wisata. Widana, dkk (2021) dalam Pengembangan Wisata Edukasi Pada Daya Tarik Ekowisata Bukit Cemeng di Desa Adat Sidembunut, Kelurahan Cempaga, Kecamatan Bangli Kabupaten Bangli menuliskan langkah-langkah yang dilakukan dalam pengembangan edu-ekowisata dan diketahui bermanfaat untuk pengembangan wisata edukasi di tempat tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kebun Buah Cepoko merupakan salah satu kebun satuan kerja milik Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Kebun Dinas Pertanian Kota Semarang yang terletak di Kelurahan Cepoko, Kecamatan Gunung Pati, Kota Semarang, yang semula merupakan kebun tanaman kelapa yang sudah tidak produktif, kemudian pada tahun 2011 dirubah menjadi kebun buah dengan tanaman pokok Lengkeng dan Jambu Kristal. Kebun Buah Cepoko mempunyai luas 3,5 ha yang ditanami tanaman Lengkeng, Jambu Kristal, Durian dan Sirsat Madu. Kebun Buah Cepoko juga berfungsi sebagai tempat produksi bibit tanaman, sebagai tempat edukasi (pembelajaran) serta sumber informasi untuk dunia pendidikan khususnya dibidang pertanian. Selain itu Kebun Buah Cepoko juga sebagai Agrowisata yang sangat potensi untuk dikembangkan karena gaya hidup masyarakat yang ingin kembali ke alam (back to nature) dan lokasi Kebun Buah Cepoko sangat strategis. Kebun Buah Cepoko mempunyai hamparan kebun/lahan pertanian yang memiliki keindahan alam dan keindahan taman serta menawarkan wisata petik buah sendiri langsung di pohon. Kebun Buah Cepoko dikelola oleh Kelompok Tani Gunung Subur yang terdiri dari 17 Petani dengan sistem bagi hasil dengan Dinas Pertanian Kota Semarang. Tujuan utama petani mengelola lahan pertanian adalah untuk memenuhi kebutuhan dan untuk meningkatkan tarap hidup keluarganya. Petani Kebun Cepoko mempunyai peran mengatur dan memelihara pertumbuhan tanaman. Pemeliharaan tanaman merupakan salah satu unsur dalam budidaya untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi (Sunanto, 2011). Pengaturan pertumbuhan tanaman yang dilakukan Petani Kebun Cepoko meliputi penyiangan, pembersihan gulma, pemupukan, penyiraman, pemberantasan hama penyakit tanaman, dan pemungutan hasil panen. Budiarti (2013) meneliti tentang Pengembangan Agrowisata berbasis masyarakat pada usahatani terpadu guna meningkatkan kesejahteraan petani dan keberlanjutan sistem pertanian, hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Cikahuripan membudidayakan budaya pertanian yang khas dan peningkatan kerja sama dengan pihak terkait untuk pengembangan agrowisata berbasis masyarakat.
Faktor-faktor yang diperkirakan berpengaruh terhadap Pengembangan Agrowisata di Kebun Buah Cepoko dipilah ke dalam dua kelompok besar yaitu kelompok faktor Internal dan Eksternal. Kelompok faktor Internal terbagi ke dalam dua kategori yaitu faktor kekuatan dan kelemahan, sedangkan kelompok faktor Eksternal terbagi ke dalam kategori faktor peluang dan tantangan (David, 2002). Potensi Wisata Agro yang sangat tinggi di Kebun Buah Cepoko belum sepenuhnya dikembangkan dan dimanfaatkan secara optimal. Objek dan daya tarik wisata belum digali secara baik, upaya pengelolaan objek wisata yang dilaksanakan dalam rangka pengembangan pariwisata masih terbatas. Oleh karena itu, pengembangan potensi wisata di kawasan Agrowisata Kebun Buah Cepoko perlu dilakukan (Sembiring, 2020).
Dokumentasi Foto Observasi
Pembahasan
- Pola edu-ekowisata sebagai media pendidikan karakter berbasis lingkungan terdiri dari beberapa gagasan penulis:
A.Perpustakaan Alam
- Dimulai dari Lingkungan: lingkungan disini penulis metawarkan sebagai perpustakaan alam menyediakan materi belajar dari TK – Perguruan Tinggi.
- Materi Ilmu Pengetahuan Alam ini disediakan dengan bekerjasama dengan guru tk-SMA dan dosen Universitas.
- Dilengkapi mentor pemandu (dalam hal ini bisa dilakukan oleh seorang guru/dosen/mahasiswa magang). Peserta didik atau wisatawan umum dapat langsung memilih tema materi. Masing- masing tema materi menentukan arah lorong-lorong kepustakaan yang berbeda (small office).
- Dalam perjalanan lorong materi ini peserta maupun wisatawan umum mendapatkan informasi materi secara menarik, baik melalui media langsung, seperti: pohon-pohon, sungai, bebatuan, satwa, atmosfeer.
- Media permainan seperti puzzle, motor bike, papan cerita. Multimedia seperti video, minicraf, papan petunjuk arah, papan id di beberapa item alam, dan lain-lain.
- Akhir dari kegiatan perpustakaan alam ini adalah ruang diskusi, para pengunjung telah disediakan leaning cafe, dalam format lesehan, surau/masjid panggung kayu, ruang meeting/ kelas, dll (pilihan disesuaikan dengan kapasitas pengunjung).
- Objek wisata ini dilengkapi pula oleh kantin karena akhir dari kegiatan belajar di lorong kepustakaan ini adalah kongkow (nyemil santai di tempat ngobrol produktif). Small office yang disediakan merupakan area uji coba lebih lanjut. Peserta didik ketika berada pada tempat ini mendapatkan akses untuk dapat belajar mandiri menggali sumber informasi ilmu pengetahuan secara langsung, dapat berupa materi limbah, pengelolaannya maupun pemanfatannya.
B.Wisata Edukasi
Wisata edukasi merupakan jenis wisata dimana wisatawan memiliki tujuan dalam hal mempelajari suatu bidang ilmu yang digeluti (Suwena & Widyatmaja, 2017). Selain bertujuan dalam mempelajari bidang ilmu, nyatanya wisata edukasi dapat dikombinasikan dengan hal rekreasi terutamanya bagi anak-anak. Kegiatan rekreasi ini tetap diselingi oleh aktivitas yang bersifat mendidik/mengedukasi(Harisandi & Anshory, 2019). Pada wisata edukasi, bisa dibuat dalam bentuk pemberian pengetahuan terhadap jenis-jenis tumbuhan tertentu, model penanaman tumbuhan baik langsung dengan media tanah maupun hidroponik, maupun memberikan edukasi lain seperti edukasi pengenalan sampah organik maupun non-organik.
C.Ekowisata
Ekowisata merupakan suatu kombinasi konsep antara kepentingan industri pariwisata dengan para pecinta lingkungan dengan keterlibatan orang-orang yang tinggal di sekitar daerah pengembangan (Supriadi, 2017). Konsep kombinasi yang ditawarkan sebagai bentuk keprihatinan terhadap lingkungan, ekonomi dan sosial, sehingga diharapkan menjadi sebuah bentuk perjalanan wisata yang bertanggung jawab. Pada dasarnya, kegiatan wisata yang terkait alam dapat dilakukan pada semua atraksi wisata. Kegiatan Ekowisata akan sangat mengandalkan alam sebagai atraksi wisata yang disuguhkan kepada wisatawan (Utama, 2014). Jenis pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan aktivitas melihat, menyaksikan alam, sosial budaya dan wisatawan yang terlibat ikut membina kelestarian lingkungan dengan melibatkan penduduk lokal, menjadi batasan utama dalam Ekowisata. Ekowisata dikembangkan dalam rangka meminimalisir dampak lingkungan dan memungkinkan komunitas mendapatkan keuntungan ekonomi serta kebudayaan secara penuh, terdapat lima prinsip dasar dalam pengembangan ekowisata(Cook et al., 2018): (1) Pariwisata merupakan asimilasi dari lingkungan dengan kebudayaan lokal; (2) Pengalaman wisatawan terpusat pada komunitas lokal dan kegiatannya; (3) Ekowisata harus diidentikkan dengan kepemilikan dan pengelolaan lokal; (4) Proporsi yang besar dalam menggunakan produk lokal untuk memenuhi kebutuhan wisatawan, konservasi sumber daya yang disebut ecotechniques, yang bermakna sumber daya asli yang ramah lingkungan.
II.Analisis SWOT Kebun Buah Cepoko Kekuatan (Strength) Kebun Buah Cepoko
- Tersedianya Sumber Daya Alam / daya dukung alam
- Konsep agrowisata yang berbasis konservasi, lingkungan, hidup dan pendidikan
- Fasilitas Agrowisata Kebun Buah Cepoko
- Lokasi yang strategis
- Moral dan Motivasi karyawan
- Kesesuaian tenaga pemasaran dengan kebutuhan
- Pendidikan dan pengembangan bagi karyawan
- Ketersediaan modal untuk pengembangan usaha
Kelemahan (Weakness) Kebun Buah Cepoko
- Promosi yang belum intensif dan gencar/ tingkat promosi masih kurang
- Variasi/ragam produk yang ditawarkan masih terbatas
- Kontinuitas ketersediaan produk hasil kebun buah
- Keterbatasan anggaran dalam pengembangan Agrowisata
- Kurangnya tenaga profesional dalam pengembangan agrowisata
- Kuantitas tenaga kerja masih kurang
- Keterbatasan Fasilitas Agrowisata sebagai Edu-Eko wisata
- Pengunjung mayoritas adalah orang dewasa, pengunjung pelajar masih minim
Peluang (Opportunities) Kebun Buah Cepoko
- Dukungan pemerintah terhadap Agrowisata
- Peningkatan jumlah pengunjung
- Kebutuhan berwisata masyarakat
- Dukungan masyarakat sekitar
- Gaya hidup masyarakat yang ingin kembali kealam (back to nature)
Ancaman (Threats) Kebun Buah Cepoko
- Adanya agrowisata sejenis di Gunungpati
- Kondisi iklim yang tidak dapat diperediksi
- Perilaku konsumen
- Daya beli konsumen
- Kekuatan yang dimiliki pesaing
Simpulan
Kebun Buah Cepoko mempunyai peluang yang bagus untuk dikembangkan menjadi Edu- Ekowisata unggulan Kota Semarang. Selain bernilai ekonomi tinggi, juga menjaga keanekaragaman hayati, menjaga kecukupan daerah hijau di Kota Semarang, menjaga resapan air agar Kota Semarang tidak banjir dan meningkatkan ilmu pengetahuan pelajar dan mahasiswa tentang lingkungan alam.
DAFTAR PUSTAKA
Budiarti, T. Suwarto, dan I. Muflikhati. 2013. Pengembangan agrowisata berbasis masyarakat pada usahatani terpadu guna meningkatkan kesejahteraan petani dan keberlanjutan sistem pertanian. JIPI. 18(3): 200-217.
Cook, R. A., Hsu, C. H. C., & Taylor, L. L. (2018). Tourism : The Business of Hospitality and Travel. Harlow: Pearson.
David, F. R. 2002. Manajemen Strategis. Prenhallindo, Jakarta.
Dirawan, Gurfan Darma, 2006, “Strategi Pengembangan Ekowisata (Studi Kasus Suaka Margasatwa Mampie Lampoko)” Jurnal Kepariwisataan Indonesia Jakarta
Hadi, Sudharto P. 2011. Dimensi Lingkungan Gunungpati sebagai Kawasan Penangga… — Moch. Samsul Arifin., dkk. 50 Indonesian Journal of Conservation Vol. 2 No. 1 - Juni 2013 Perencanaan Pembangunan. Penerbit Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Huzaini, Aidi dan Sri Rahayu. 2013. Tingkat K e k r i t i s a n L a h a n D i K e c a m a t a n Gunungpati Kota Semarang. Jurnal Teknik PWK Volume 2 Nomor 2 2013.
Rodger, 1998. Leisure, Learning and Travel, Journal of Physical Education, 69 (4): hal 28.
Sembiring, dkk. 2020. Analisis Kepuasan Konsumen Dan Strategi Pengembangan Agrowisata Kebun Buah Cepoko Di Kecamatan Gunung Pati Kota Semarang. Jurnal Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
Sunanto dan H. Juddawi. 2011. Analisis kelayakan usaha dan pemasaran hasil durian (Durio zibethinus murray) di Kabupaten Palopo Sulawesi Selatan. J. SEPA. 8(1): 1–8.
Supriadi, B. (2017). Perencanaan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata. Malang: Universitas Negeri Malang
Suwena, I. K., & Widyatmaja, I. G. N. (2017). Pengetahuan Dasar Ilmu Pariwisata. Analisis Pariwisata, 58–72
Utama, I. G. B. R. (2014). Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta: Deepublish